Merengkuh
Kemajuan Bangsa di Tengah Keterbatasan
Oleh Eka Darma Putra
SMA Negeri Bali Mandara (Sampoerna Academy)
Menjadi sebuah negara yang besar dengan
rakyatnya yang makmur dan sejahtera adalah harapan dari setiap negara. Untuk
mencapai hal tersebut, tentunya diperlukan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan yang handal serta memiliki pemikiran yang kreatif. Dengan adanya sumber
daya manusia yang kreatif dan inovatif tersebut, pemerintah dapat dengan mudah
untuk mewujudkan semua tujuan negara serta meraih semua yang telah
dicitakan-citakan oleh para pendiri bangsa ini. Dalam hal ini, tentunya
diperlukan pondasi yang kuat dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang
menjadi harapan bangsa Indonesia untuk membangun bangsa Indonesia kedepannya.
Pendidikan merupakan ujung tombak untuk
bisa meraih semua cita-cita luhur bangsa Indonesia. Melalui sektor inilah bisa
diciptakan generasi muda yang akan menjadi aktor-aktor yang akan berperan dalam
pembangunan bangsa Indonesia. Para cendikiawan-cendikiawan muda yang akan
membangunkan kembali macan asia yang telah lama tertidur dalam dekapan
mimpi-mimpi indah kemajuan bangsa ini. Bangsa Indonesia sudah tertinggal jauh
dari negara tetangga, Malaysia. Padahal dulunya, Indonesia menjadi tujuan utama
bagi Malaysia untuk mempelajari sistem pendidikan yang digunakan di
Indonesia. Lalu apa yang sebenarnya
salah dengan pendidikan di Indonesia? Kenapa sampai saat ini kemajuan bangsa
Indonesia belum bisa dirasakan?
Rekonstruksi dalam bidang pendidikan
menjadi syarat utama dalam kemajuan bangsa Indonesia. Rekonstruksi tersebut
harus berimbang dengan memperhatikan semua aspek-aspek pendukung dalam
pendidikan di Indonesia. Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia akan didukung
dengan peningkatan infranstruktur pendidikan yang diterapkan pada setiap
institusi pendidikan di Indonesia. Pendidikan akan berjalan dengan maksimal
bila ditunjang dengan keberadaan infranstruktur yang memadai. Dengan adanya
infrastruktur yang lengkap, siswa bisa dengan mudah menggali potensi-potensi
terpendam yang mereka miliki. Infranstruktur penunjang seperti perpustakaan,
labotarium, serta sarana penungjang lainnya merupakan sarana terpenting yang harus
dimiliki oleh setiap sekolah dalam menciptakan tunas-tunas muda Indonesia yang cerdas dan kreatif.
Akan tetapi, anggaran 20 % dalam APBN
yang dianggarkan oleh pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan
di Indonesia masih belum bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Padahal
dalam pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Kesenjangan pun masih dirasakan dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Pembangunan infranstruktur pendidikan di
Indonesia masih berkutat dalam daerah yang sama. Dana besar yang digelontorkan
oleh pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas infranstruktur di Indonesia
hanya bisa dirasakan oleh para pelajar yang berada didaerah perkotaan saja.
Belum meratanya pembangunan
fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar menjadi momok bagi
kemajuan bangsa Indonesia. Masih banyak sekolah yang berada di daerah terpencil
di Indonesia yang menanti uluran tangan dan perhatian pemerintah terhadap
kondisi sarana penunjang yang ada di sekolahnya. Data pemerintah tahun 2012 mencatat
masih terdapat lebih dari 140 ribu sekolah rusak yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai buktinya, puluhan siswa SDN Singkup II, di Kampung Bobojong, Desa
Sidomulya, Kecamatan Naringgul, Cianjur, Jawa Barat yang terpaksa harus belajar
di sekolah yang rusak berat. Minimnya sarana prasarana berdampak pada kegiatan
belajar mengajar yang menjadi terganggu. Di Polewali Mandar. Sulawesi Barat,
150 siswa MI Al Muhajirin harus belajar dalam satu ruang kelas yang bangunannya
hanya ditopang oleh bambu dan pohon pinang, berlantaikan tanah, dan
berdindingkan anyaman bambu. Kondisi sekolah ini lebih mirip seperti kandang ayam daripada sebuah sekolah.
Lalu dimanakah tanggung jawab dari pemerintah dalam kemajuan pendidikan di
Indonesia. Mampukah para siswa belajar dengan maksimal ditengah keterbatasan
yang ada?
Padalah, generasi bangsa yang berada di
daerah terpencil memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Seperti yang terdapat dalam pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “ Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan.”
Generasi bangsa yang tinggal di
daerah-daerah terpencil tidak boleh dianggap sebagai “anak kelas dua”. Mereka
juga memiliki potensi dan semangat belajar yang sama. Ditengah keterbatasan yang dimiliki tak pernah
membuat mereka menyerah untuk berprestasi. Christian Murdi adalah contoh anak
pedalaman Papua yang berhasil meraih kesuksesan ditengah minimnya fasilitas
yang dimiliki. Seorang anak yang berasal dari Tolikara, daerah yang berada di
pedalaman Papua. Ia berhasil meraih medali emas dalam ajang olimpiade sains
internasional. Padahal awalnya dia hanya seorang siswa yang tidak bisa membaca
apalagi melakukan perhitungan yang sangat sederhana seperti 1 + 1. Karena
keterbatasan fasilitas yang dimiliki, dia sulit mengembangkan kemampuan
belajarnya. Akan tetapi, ketika dia sudah dibina oleh Yohanes Surya dengan
fasilitas yang lengkap, anak tersebut menunjukan perkembangan yang luar biasa.
Kepintarannya melebihi ekspetasi yang dibayangkan sebelumnya. Seperti efek
ledakan, semua orang pun tercengang dengan prestasi yang telah diraih oleh
Christian Murdi saat ini. Keterbatasan bukan menjadi tembok penghalang bagi
tunas-tunas bangsa untuk berprestasi. Apalagi ditambah dengan infranstruktur
yang memadai, maka akan lebih banyak lagi siswa Indonesia yang dapat
memunculkan bakat-bakat terpendam yang mereka miliki.
Solusi
Anggaran yang besar dalam pendidikan tak
bisa menjamin keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Pemerintah harus segera sadar terhadap problema yang masih
menghantui dunia pendidikan di Indonesia mengenai minimnya infranstruktur
penunjang yang dimiliki oleh sekolah-sekolah di Indonesia. Pemerintah harus
bertindak cepat dengan memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia yang dikenal
masih berbelit-belit. Birokrasi yang berbelit-belit ini akan menyulitkan pihak
sekolah dalam permohonan bantuan pemerintah dalam perbaikan dan penyedian
sarana prasarana di sekolah.
Ditambah lagi dengan lambatnya respon
pemerintah terhadap pengajuan dana tersebut. Pihak sekolah sampai harus
menunggu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun untuk menunggu kepastian bantuan
dari pemerintah setempat. Belum lagi mindset
pemerintah yang cenderung masih
menganaktirikan sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil. Pemerintah
masih menganggap bahwa sekolah-sekolah yang berada di daerah pedalaman tak akan
bisa mencetak tunas-tunas muda yang bisa mengharumkan bangsa Indonesia di
Kancah dunia. Padahal semangat para siswa dalam menuntut ilmu sangat tinggi.
Banyak mutiara-mutiara bangsa yang mampu berprestasi di panggung dunia meskipun
berasal dari sekolah-sekolah terpencil yang minim sarana prasarana yang
dimilki. Pemerintah hendaknya merubah cara mereka berpikir bahwa tak selamanya
berada dalam keterbatasan yang dimiliki akan membatasi kemauan para siwa untuk
berprestasi. Apalagi bila ditunjang
dengan sarana dan prasarana yang lengkap maka akan banyak lagi
generasi-generasi emas bangsa Indonesia. Fokus pemerintah Indonesia saat ini
adalah pemerataan pembangunan infranstruktur di Indonesia. Titik fokus saat ini
adalah mengoptimalkan dana yang ada untuk pembangunan sekolah-sekolah di daerah
pedalaman Indonesia. Keberlangsungan pendidikan akan ditunjang dengan adanya
fasilitas-fasilitas lengkap yang dimiliki oleh setiap instititusi pendidikan
Indonesia. Bila hal ini sudah diterapkan, maka kemajuan Indonesia yang
didamba-dambakan oleh ratusan juta penduduk Indonesia akan dengan mudah
dicapai.